Sabtu, 26 Februari 2011

Infrastruktur yang tidak menunjang pertumbuhan ekonomi

Temans...jika ada berlibur ke Pelabuhan Ratu atau Sukabumi, pasti sepanjang jalan antara Bogor-Sukabumi, temans akan disuguhi berbagai kemacetan dan kerusakan infrastruktur.  Truk-truk pasir, bus-bus besar, kendaraan kecil baik angkutan umum maupun pribadi serta truk-truk kontainer dan trailer berlalu lalang di sepanjang jalan Bogor-Sukabumi.  Kabupaten Sukabumi, merupakan salah satu kabupaten tujuan investasi d Jawa Barat.  Dimana puluhan pabrik garmen dan air minum dalam kemasan bertebaran di Kabupaten Sukabumi.  Secara geografis Kabupaten Sukabumi terbagi menjadi dua wilayah utama yaitu Sukabumi Utara dan Sukabumi Selatan-saat ini ada wacana untuk membentuk Kabupaten Sukabumi Utara-. Wilayah Sukabumi Utara relatif lebih maju dari sisi investasi dibandingkan dengan wilayah Sukabumi Selatan.  Akan tetapi sangat disayangkan laju perkembangan infrastruktur di wilayah Kabupaten Sukabumi tidaklah sebanding dengan laju pertumbuhan investasi dan jumlah kendaraan.

Tengoklah kondisi jalan di sekitar Cicurug, Cidahu dan juga Cibadak yang sarat dengan lubang serta letidaknyamanan bagi pengguna jalan.  Pemerintah Kabupaten Sukabumi melalui ponggawa Dinas Pekerjaan Umum, selalu berkilah tidak memiliki kewenangan dan anggaran yang cukup untuk memperbaiki. Karena jalan-jalan di kawasan tersebut (poros Sukabumi-Bogor) merupakan jalan nasional bukan jalan kabupaten.  Tetapi logika bodoh pemerintah terus bermain disini, jika kewajiban memperbaiki jalan selalu berkilah "itu bukan kewenangan dan kewajiban kami" tetapi, tidak begitu halnya untuk penarikan pajak-pajak.  Mulai dari pajak penerangan jalan umum, pajak kendaraan, pajak industri dsb.  Seharusnya jika pemerintah setempat berwewenang menarik pajak,pun seharusnya mereka juga berkewajiban atau bahkan peduli memperbaiki infrastruktur jalan tersebut.  Toh, pada umumnya industri yang bergerak di wilayah Kabupaten Sukabumi membayar pajak dan menggunakan jalan poros Bogor-Sukabumi tersebut.  Maka, sudah selayaknya lah pemerintah setempat yang katanya pro terhadap investor, tergerak untuk memperbaiki infrastruktur jalan poros.

Lebih gilanya lagi, instansi setempat memanfaatkan kondisi jalan tersebut untuk melakukan tindakan yang sifatnya koruptif.  Tengoklah aturan tonase, bongkar muat, kelas jalan dsb, dimana semuanya dapat diatur asalkan ada "uang tambahan".  Ini bukan rahasia umum lagi di daerah sana bagi para investor atau kalangan dunia usaha.  Seharusnya pemerintah daerah menaikan kelas jalan dan meningkatkan kapasitan jalan sehingga dapat digunakan oleh para pengusaha tanpa rasa was-was.  Katanya pro investasi, so, seharusnya disediakan pula sarana infrastruktur yang pro terhadap dunia usaha.  Toh pihak pemda Kabupaten Sukabumi pastilah telah memiliki peta (mapping) mengenai jenis usaha yang akan diberikan ijin serta yang beroperasi di wilayahnya, sehingga seharusnya disediakan infrastruktur yang mendukung jenis usaha tersebut.

Tindakan koruptif tersebut, tidak hanya terjadi di kalangan eksekutif, tetapi pula di kalangan dunia usaha dengan melakukan praktek gratifikasi.  Tetapi apa mau dikata, karena itulah jalan satu-satunya yang dapat mendukung usaha.  Sementara para pengusaha berteriak-teriak mengenai kondisi jalan di sisi lain pihak pemerintah (baca: dinas terkait) menggunakan kondisi tersebut untuk melakukan tindakan koruptif.  Lebih parahnya pun, para LSM yang seharusnya menyuarakan kondisi masyarakat, malah terjebak ke dalam politik praktis-uang.  Memang membentuk LSM di kawasan Cicurug-Cidahu serta Cibadak hanya untuk sarana mengisi perut saja, bukan untuk menyuarakan idealisme.  Dulu, kita mendengar LSM di sekitar Cicurug-Cidahu-Cibadak adalah LSM yang ditakuti bahkan oleh kalangan eksekutif.  Tetapi saat ini, ya...sudah ketahuan kartunya.  Dengan uang 50.000 saja per orang sudah hilang idealisme mereka. 

Itulah realita di Cicurug-Cidahu-Cibadak dan Kabupaten Sukabumi..yang merupakan potret kebangsaan di Indonesia.  Mementingkan golongan, pribadi serta politik praktis uang (baca: korupsi) adalah makanan sehari-hari para stakeholder utama di suatu wilayah.  "Tidaklah Tuhan mengubah nasib suatu kaum, sehingga kaum tersebut merubah nasibnya sendiri".  Tidaklah akan berubah kondisi bobrok Indonesia ini, jika kita, para kaum perubahan yang idealis tidak merubahnya.   Hidup lah reformasi damai dan hiduplah gerakan anti korupsi.  Jangan biarkan negeri ini diperintah oleh setan atau partai setan yang mendukung tumbuh suburnya korupsi. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar