Sabtu, 12 Maret 2011

Apakah Putih masih seindah warnanya di 2014..?

Suatu siang di kantin kantorku, seorang teman, sebut saja Tri-engenir mesin-berbincang dengan ku seputar perpolitikan di Indonesia.  Tri menanyakan, bagaimana tanggapan ku perihal gonjang ganjing politik di Indonesia.  Maklumlah, Tri ini sifat keinginan untuk tahu cukup besar dan mungkin juga ingin nge-tes saja kepada ku-sang manajer baru-di kantor.  Memang agak kritis dan diam-diam menghanyutkan Tri ini.  Sambil menyeruput minuman air putih dan sepotong buah semangka segar, Tri lanjut melayangkan pikirannya bahwa, koalisi yang ada saat ini sangat buruk dan tidak memikirkan rakyat.  "betul itu Tri" sahut ku...."Memang politik saat ini lebih kotor dibandingkan dengan era Soeharto"....tukas ku dengan nada kesal.  Pikiranku melayang kepada penjelasan rekan ku yang bekerja di Dinas Pertanian Jawa Barat di Bandung yang mengatakan bahwa, sekarang mah, partai-partai yang bicara..bahkan partai putih pun ikut-ikutan untuk tidak putih gerakannya.  Misal, adanya disposisi dari atasan untuk menunjuk langsung pihak ketiga yang tidak lain masih punya hubungan kepolitikan dengan sang Gubernur saat ini. 

Kembali kepada kisah Tri dan saya di kantin kantor.....Aku mengatakan kepada Tri, bahwa perbedaan mencolok di ranah politik atau situasi negara kita antara era reformasi dengan era Soeharto adalah pada tatanan stabilitas.  Di era Soeharto, partai politik tidak banyak berbuat onar seperti saat ini.  Eksekutif berjalan dengan agenda-agenda yang terarah...bandingkan dengan saat ini.  Belum genap 5 tahun , pemerintahan SBY sibuk menata koalisi.  Padahal minyak dunia dilanda kenaikan harga, pelabuhan penyebarangan Merak macet hingga belasan kilometer, kemiskinan dan pengangguran kasat mata terlihat.  Gila, polotikus asyik menata peran untuk 2014, tetapi rakyatnya tidak keurus.

Menarik, bagi ku untuk berkomentar mengenai si putih-partai debutan di tahun 2004 dan 2009-dengan jargonnya, bersih dan jujur.  Parti ini, merupakan partai yang memiliki basis masa yang kuat/real dengan tingkat kedewasaan masanya cukup tinggi.  Akan tetapi, faktor kedewasaannya itu pulalah yang bisa jadi menyebabkan partai putih ini dapat hilang kendali terhadap basis masanya.  Karena, orang yang tingkat kedewasaannya cukup tinggi, akan memiliki sikap kritis yang tinggi pula.  Kita lihat sepak terjang parti putih ini, yang menurut saya agak aneh pula.  Di satu sisi ingin memperjuangkan rakyat tetapi disisi lainnya sibuk pula mengatur peran "suara" di tahun 2014.  Saya, agak miris melihatnya tatkala, parati ini dimotori oleh pendiri-pendiri da'wah di tahun 90-an yang ingin memperjuangkan amal ma'ruf nahi mungkar tetapi saat ini, kesan saya kok "sama saja" dengan partai lainnya dalam perspektif penggalangan suara (politik praktis). 

Memang politik itu tidak lepas dari suara, tetapi akan sangat aneh jika suatu partai dengan jargon da'wah sibuk pula ngatur gonjang-ganjing koalisi.  Politik dagang sapi kesannya.  Beberapa anggota partainya pun terkena masalah misal, Misbkahun, Nunun (isteri Adang Darajatun) dan tidak menutup kemungkinan Rama Pratama untuk kasus Dephub di tahun 2008/2009.  Saya berani prediksi bahwa partai ini tidak akan menuai suskes sepert tahun 2004 dan 2009 yang lalu.  Kejadian di tahun 2009 saja, di DKI sudah dapat menjadikan pelajaran untuk partai ini.  Dimana di tahun 2004, partai ini meraih suara yang fantastis yaitu sekitar 30  persen lebih di DKI, tetapi di tahun 2009, jeblok.  Patut diingat bahwa, masa atau simpatisan partai ini adalah masa yang terdidik dan melek informasi.  Sehingga akan dengan mudah melihat bagaimana sikap partai ini terhadap kondisi bangsa, baik yang dinilai positif maupun negatif.  Contoh, bagaimana seorang Fachri Hamzah di telp oleh pemirsa (talk show live) yang tidak lain adalah simpatisan partai ini yang cenderung memojokan Fachri Hamzah yang terlalu over dalam menjelek-jelekan KPK dan kejaksaan.  Itu merupakan realita atau konsekuensi dari partai yang memiliki basis masa yang kritis. 

Belum lagi jika kita me-refer kepada hukum sebaran populasi yang menjelaskan bahwa, sebaran populasi itu seperti genta atawa lonceng.  Dimana, populasi terbanyak adalah di tengah genta lonceng tersebut.  Dalam kondisi real masyarakat kita, populasi di tengah tersebut adalah masa yang tidak memiliki politik aliran.  Contohnya saja Tri dan saya.  Kita berdua bukan anggota si putih, bukan NU bahkan bukan pula Muhammadiyah.  Kita berdua adalah realitas kebanyakan penduduk Indonesia yang harus dimenangkan oleh banyak partai.  Partai putih, dengan konsep da'wahnya tentu akan sangat mudah diterima oleh mereka yang mengerti akan da'wah partai terutama dari para kader-kadernya.  Akan tetapi masa yang jumlahnya ratusan juta tetap tidak mengerti akan konsep da'wah apalagi pemilih pemula.  Nah pertanyaannya adalah apakah partai putih ini dapat mentransformasikan dirinya dari hanya partai kanan menjadi partai tengah yang dapat mengakomodir suara ratusan juta orang...? 

Kasus koalisi, kader partai yang bermasalah dengan hukum seakan menjadi PR bagi partai ini untuk perbaiakn diri.  Saya, sebagai anak bangsa, muak pula melihat partai yang nuansa Islam tetapi memiliki pikiran yang sama dengan partai non-Islam lainnya, yaitu suara.  Kita rindu akan sosok Gus Dur, Habiebie, Soekarno, Hatta dan Natsir yang merupakan negarawan bukan politikus.   Bukan pula politikus busuk. 

Minggu, 27 Februari 2011

Brotherhood of Teror-national geographic Chanel-

Saya melihat tayangan national geographic chanel (NGC) mengenai perjalanan Ikhwanul Muslimin (IM) di Mesir.  Dimana dalam ending tayang tersebut menggambarkan bahwa IM telah menginspirasi gerakan-gerakan radikal di dunia termasuk Al-Qaeda.  Terlepas dari kontroversi apakah IM memang menjadi inspirator perkembangan pergerakan Islam modern saat ini, adalah sesuatu yang pasti akan selalu terjadi  perubahan darimana pun asalnya.  IM hanyalah sebagian fenomena perubahan yang terjadi di dunia modern abad 20 dan 21 ini. Ada pula tokoh perubahan lainnya (di luar kontroversinya) yaitu Mao Tze Tung, Ho Chi Minh, Karl Max, Anwar Ibrahim, Amin Rais, Lee Kwan Yu, Soekarno dll. 

Menarik melihat tayangan di NGC mengenai IM, dimana tokoh-tokohnya yang terkenal seperti Sayid Kutub (sang ideolog IM), Abdullah Azzam dan bahkan Syek Ahmad Yassin berjuang melawan penindasan versinya mereka.  Barat dan westernisasi digambarkan sebagai pilar setan dan kafirin ( mereka lupa, dunia arab dan timur tengah juga banyak diktator yang sifatnya tidak lebih buruk dari setan).   Inspirasi IM telah merebak ke negara-neraga Islam lainnya seperti Indonesia, Malaysia dan juga di negara-negara Timut Tengah.  Saya ingat ketiga saya dulu ikut kajian-kajian ke-Islaman di bangku sma dan universitas, para "murabhi" nya menolak dengan tegas bahwa apa yang diajaran meraka tidaklah sama dengan IM. Atau dengan kata lain tidak ada hubungan antara IM dengan gerakan kajian Islam yang saya ikuti saat itu.  Tetapi, buku-buku yang disarankan untuk dibaca dan pengidolaan tokohnya (lucunya) adalah keluaran dan tokoh-tokoh IM.  Saya juga tidak bodoh-bodoh amat untuk menganalisa.  

Beberapa tahun kemudian tepatnya di tahun 1998, kelompok-kelompok kajian ke Islaman tersebut berubah menjadi partai Islam baru yaitu Partai Keadilan (PK) yang kemudian berubah menjadi Partai Keadilan Sejahtera (PKS).  Memang, ada alasannya juga kenapa kalompok pengajian yang saya ikuti dulu menolak untuk dikaitkan dengan IM....ya, karena IM adalah haram di Mesir, sama seperti PKI yang haram di Indonesia dan juga Nazi di Jerman.  Mungkin karena alasan keamanan para murabhi tersebut mewanti-wanti terhadap saya dan pengikutnya yang lain bahwa "kita" tidaklah sama dengan IM.

Membaca di detik.com bahwa PKS mempunyai mimpi untuk menjadi partai tiga besar di tahun 2014 adalah sesuatu yang cukup ambisius.  Saya melihat (sebagai orang yang dulu pernah ikut kajian Islam ala IM dan PKS), bahwa target tersebut sulit rasanya untuk dicapai.  Saya ingat sewaktu pemilu tahun 1999, dimana dengan ambisiusnya, para petinggi partai termasuk teman-teman sepengajian menyatakan bahwa kita pasti akan mendobrak dominasi partai-partai besar dan meraih 20 persen suara.  Nyatanya PK malah tidak masuk ke dalam jajaran besar partai, malah kita dipaksa merubah nama karena aturan perolehan suara yang tidak mencukupi. Saya perkirakan, PKS pun akan mengalami hal yang sama, yaitu tidak mendapatkan targetnya.  Saya punya alasan tersendiri:
1.  PKS bukanlah partai liberal atau moderat, dia adalah partai Islam, sehingga sulit rasanya untuk meraih suara populasi terbesar di Indonesia yaitu orang-orang moderat;
2.  Kelakuan para tokoh partai di acara-acara dialog teve yang hanya bisa ngomong saja dan tidak jauh bedanya dengan partai-parati lainnya.  Sebut saja fachri hamzah yang ngomong terus tanpa mikir....sebel pula awak neh melihat dia....  Katanya kader partai Islam hebat kok kayak ngono;
3.  Tokoh-tokoh PKS di DPR ada pula yang berurusan dengan hukum. Sebut saja Adang Darajatun yang isterinya si Nunun itu disinyalir sebagai makelar pada pemilihan Gubernur Senior BI, Miranda Goeltom dan Misbakhun yang terkena kasus Century...wah ternyata podo wae ya...
4.  Jargon jujur dan bersih yang dikumandangkan seperti adzan oleh para kader PKS sepertinya malah menajdi olok-olok di kalangan lawan politik bahkan di masyarakat.  Toh nyatanya kader PKS di lingkaran kekuasaan (baca: eksekutif dan legislatif, baik pusat maupun daerah) juga malah tidak jujur dan tidak pula bersih;
5.  Masyarakat sudah bosan dengan politik, maka saya perkirakan pemilih fanatik dari PKS yang notabene adalah kaum intelektual, akan menyadari bahwa PKS sama saja dengan partai lainnya (baca: nggak bersih-bersih amat).

Sudahlah bung...kiranya kita perlu untuk merubah nasib kita sendiri, apalagi saat ini, konsep kepartaian di Indonesia lebih kepada kepentingan sesaat dan politik uang.  Lucu mendengar teman sekantor saya yang katanya dalam Musda PKS disajikan keteladanan dari sosok Soekarno.  Wah permainan apa lagi ini...? Soekarno adalah musuh gerakan Islam pada dekade 60-an dan seorang dikatator pula.  Sekarang malah diagung-agungkan oleh PKS. Seakan PKS ingin mengambil hati kaum anak-anak muda yang sejatinya pemilih PDIP...ha...ha...suara tetap suara...Mudah-muadahan, kebenaran akan muncul dan tidak musti dari partai yang bernuansakan Islam.  Siapa tahu NasDem dapat menjadi jalan bagi keterpurukan Indonesia.

Sabtu, 26 Februari 2011

Infrastruktur yang tidak menunjang pertumbuhan ekonomi

Temans...jika ada berlibur ke Pelabuhan Ratu atau Sukabumi, pasti sepanjang jalan antara Bogor-Sukabumi, temans akan disuguhi berbagai kemacetan dan kerusakan infrastruktur.  Truk-truk pasir, bus-bus besar, kendaraan kecil baik angkutan umum maupun pribadi serta truk-truk kontainer dan trailer berlalu lalang di sepanjang jalan Bogor-Sukabumi.  Kabupaten Sukabumi, merupakan salah satu kabupaten tujuan investasi d Jawa Barat.  Dimana puluhan pabrik garmen dan air minum dalam kemasan bertebaran di Kabupaten Sukabumi.  Secara geografis Kabupaten Sukabumi terbagi menjadi dua wilayah utama yaitu Sukabumi Utara dan Sukabumi Selatan-saat ini ada wacana untuk membentuk Kabupaten Sukabumi Utara-. Wilayah Sukabumi Utara relatif lebih maju dari sisi investasi dibandingkan dengan wilayah Sukabumi Selatan.  Akan tetapi sangat disayangkan laju perkembangan infrastruktur di wilayah Kabupaten Sukabumi tidaklah sebanding dengan laju pertumbuhan investasi dan jumlah kendaraan.

Tengoklah kondisi jalan di sekitar Cicurug, Cidahu dan juga Cibadak yang sarat dengan lubang serta letidaknyamanan bagi pengguna jalan.  Pemerintah Kabupaten Sukabumi melalui ponggawa Dinas Pekerjaan Umum, selalu berkilah tidak memiliki kewenangan dan anggaran yang cukup untuk memperbaiki. Karena jalan-jalan di kawasan tersebut (poros Sukabumi-Bogor) merupakan jalan nasional bukan jalan kabupaten.  Tetapi logika bodoh pemerintah terus bermain disini, jika kewajiban memperbaiki jalan selalu berkilah "itu bukan kewenangan dan kewajiban kami" tetapi, tidak begitu halnya untuk penarikan pajak-pajak.  Mulai dari pajak penerangan jalan umum, pajak kendaraan, pajak industri dsb.  Seharusnya jika pemerintah setempat berwewenang menarik pajak,pun seharusnya mereka juga berkewajiban atau bahkan peduli memperbaiki infrastruktur jalan tersebut.  Toh, pada umumnya industri yang bergerak di wilayah Kabupaten Sukabumi membayar pajak dan menggunakan jalan poros Bogor-Sukabumi tersebut.  Maka, sudah selayaknya lah pemerintah setempat yang katanya pro terhadap investor, tergerak untuk memperbaiki infrastruktur jalan poros.

Lebih gilanya lagi, instansi setempat memanfaatkan kondisi jalan tersebut untuk melakukan tindakan yang sifatnya koruptif.  Tengoklah aturan tonase, bongkar muat, kelas jalan dsb, dimana semuanya dapat diatur asalkan ada "uang tambahan".  Ini bukan rahasia umum lagi di daerah sana bagi para investor atau kalangan dunia usaha.  Seharusnya pemerintah daerah menaikan kelas jalan dan meningkatkan kapasitan jalan sehingga dapat digunakan oleh para pengusaha tanpa rasa was-was.  Katanya pro investasi, so, seharusnya disediakan pula sarana infrastruktur yang pro terhadap dunia usaha.  Toh pihak pemda Kabupaten Sukabumi pastilah telah memiliki peta (mapping) mengenai jenis usaha yang akan diberikan ijin serta yang beroperasi di wilayahnya, sehingga seharusnya disediakan infrastruktur yang mendukung jenis usaha tersebut.

Tindakan koruptif tersebut, tidak hanya terjadi di kalangan eksekutif, tetapi pula di kalangan dunia usaha dengan melakukan praktek gratifikasi.  Tetapi apa mau dikata, karena itulah jalan satu-satunya yang dapat mendukung usaha.  Sementara para pengusaha berteriak-teriak mengenai kondisi jalan di sisi lain pihak pemerintah (baca: dinas terkait) menggunakan kondisi tersebut untuk melakukan tindakan koruptif.  Lebih parahnya pun, para LSM yang seharusnya menyuarakan kondisi masyarakat, malah terjebak ke dalam politik praktis-uang.  Memang membentuk LSM di kawasan Cicurug-Cidahu serta Cibadak hanya untuk sarana mengisi perut saja, bukan untuk menyuarakan idealisme.  Dulu, kita mendengar LSM di sekitar Cicurug-Cidahu-Cibadak adalah LSM yang ditakuti bahkan oleh kalangan eksekutif.  Tetapi saat ini, ya...sudah ketahuan kartunya.  Dengan uang 50.000 saja per orang sudah hilang idealisme mereka. 

Itulah realita di Cicurug-Cidahu-Cibadak dan Kabupaten Sukabumi..yang merupakan potret kebangsaan di Indonesia.  Mementingkan golongan, pribadi serta politik praktis uang (baca: korupsi) adalah makanan sehari-hari para stakeholder utama di suatu wilayah.  "Tidaklah Tuhan mengubah nasib suatu kaum, sehingga kaum tersebut merubah nasibnya sendiri".  Tidaklah akan berubah kondisi bobrok Indonesia ini, jika kita, para kaum perubahan yang idealis tidak merubahnya.   Hidup lah reformasi damai dan hiduplah gerakan anti korupsi.  Jangan biarkan negeri ini diperintah oleh setan atau partai setan yang mendukung tumbuh suburnya korupsi. 

Negeri Islam dipimpin Setan

Awal tahun ini, kita dikejutkan oleh serentetan perubahan politik yang sangat drastis di Afrika Utara dan Timur Tengah.  Perubahan politik yang terjadi di Tunisia, Mesir, Bahrain, Yaman dan saat ini yang sangat mengerikan terjadi Libia (mengarah ke civil war) mengingatkan kita akan kejadian mei 1998 saat Soeharto dipaksa turun dari tampuk kekuasaannya. 

Kita melihat bahwa negara-negara yang bergejolak saat ini merupakan negara-negara yang berpenduduk mayoritas Islam dan dapat dikatakan memiliki sejarah yang sangat erat dengan kelahiran peradaban Islam.  Mesir misalkan, dimana pada saat pemerintahan Umar bin Khattab dipercayakan kepada panglima angkatan laut Islam saat itu untuk menjadi gubernur Mesir, Amr bin Ash.  Begitu pula dengan Tunisa, Yaman dan Libia sangat erat dengan kelahiran peradaban Islam.  Terlebih lagi dengan kerajaan Arab Saudi (tempat kelahiran Nabi Muhammad SAW).  Tetapi lihatlah, negeri Islam tersebut seakan tercabik-cabik dari akar Islamnya dan bahkan telah terjadi perang saudara.  Bahkan pemimpin mereka sangat dibenci oleh rakyatnya.  Itulah realitas politik diktator yang saat ini dijalankan di sebagian besar negara-negara Afrika Utara dan Timur Tengah tersebut. 

Sejatinya diktator, pastilah memimpin dengan tangan besi dan hanya mementingkan kepentingan kroni-kroninya.  Orang lain tidak boleh ambil bagian dari kekuasaan kecuali pihak yang diberikan ijin oleh sang diktator.  Seakan negeri tersebut adalah negeri nenek moyangnya saja.  Lihatlah perjalanan Soeharto yang hampir sama dengan Husni Mubarak, Abidin bin Ali, Khadafie dan lain-lain dikator....Dimana hanya keluarga dekat dan kroninya yang boleh menikmati negerinya masing-masing dan rakyat dibiarkan bodoh dan miskin serta korupsi merajalela dimana-mana.  Ironis juga kondisi yang terjadi dengn Arab Saudi. Negeri kaya minyak tersebut, sekitar 40 persen rakyatnya masih miskin (miskin levelnya Arab Saudi tentunya..), tetapi rajanya bergelimang dengan harta. Tak heran, raja Saudi yang baru saja melawat dari Amerika Serikat buru-buru balik ke negerinya dan menggelontoran miliaran dollar untuk program "jaring pengaman sosial" setelah kejadian di Tunisa dan Mesir.  Aneh memang...negeri yang katanya penuh dengan peradaban Islam tetapi membiarkan rakyantnya miskin dan bodoh dan membiarkan yang kaya tetap kaya dan si miskin tetap tertindas. 

Ada pertanyaan dan analisa dari seorang teman bahwa apa yang terjadi di Afrika Utara serta Timur Tengah ini adalah ulah agen-agen CIA.  Tetapi, saya pikir itu merupakan analisa yang terburu-buru.  Teori sederhana adalah "bila air atau benda di tekan terus maka air atau benda tersebut akan memiliki daya pantul atau daya dorong yang besar pula".  Itulah yang terjadi di benua sana.  Rakyatnya sudah lama ditekan dan ditindas serta dibiarkan bodoh sementara pemimpin mereka korup.  Maka, tanpa agen CIA pun, rakyatnya pasti akan berontak sonner or later, tinggal menunggu momentum saja. 

Demokrasi mungkin bukan milik peradaban Islam, tetapi patut dicermati bahwa hanya melalui demokrasi, tatanan masyarakat saat ini dapat dibentuk.  Memang demokrasi itu mahal dan memakan korban seperti apa yang terjadi di benua sana saat ini.  Kita patut berbangga bahwa perjalanan demokrasi di Indonesia telah melewati tahun yang ke 11 dan kita merupakan negara demokrasi terbesar di dunia yang mayoritas penduduknya Islam.  Patutlah bangga kita menjadi bangsa Indonesia dari sisi peralihan perpolitikan.  Demokrasi merupakan suatu kewajaran pada saat kelas menengah sudah mulai banyak dan pendapatan per kapita suatu negara telah mencapai 3000 USD per tahun.  Artinya, melalui pendapatan per kapita 3000 USD tersebut, dapat dikatakan banyak terbentuk kaum kelas sosial menengah-atas.  Dimana rata-rata perubahan disuarakan oleh kaum sosial kelas menengah.  Itulah mungkin yang terjadi di negara-negara Afrika Utara dan Timur Tengah, dimana kelas sosial menengahnya juga mulai tumbuh ditambah dengan sudah bosannya rakyat mereka terhadap pemerintahan yang lalim dan korup.  Wind of Change sekali lagi berhembus, setelah terkahir kalinya terjadi di Jerman Timur-Barat di tahun 1989 yang merupakan momentum keruntuhan rezim komunis di dunia. 

Sekali lagi, bangkitlah kaum perubahan..!!! Runtuhkan dan bongkar setan yang berdiri mengangkang.  Biarpun setan itu berbentuk pemimpin yang pandai berbahasa arab, memakai jubah Islam serta mendirikan banyak masjid...tetapi setan tetaplah setan.  Hancurkan...!!!  Mudah-mudahan, apa yang terjadi di negara-negara Afrikan Utara serta Timur Tengah mengenai bahaya korupsi dan pemerintahan yang lalim, dapat menjadikan pemimpin di negeri ini sadar dan eling!!!  Kita juga sudah bosan melihat arah perubahan demokrasi serta otonomi daerah saat ini malah banyak melahirkan koruptor-koruptor kelas kakap dan bahkan sudah menjadi budaya.  Kasus Gayus, mafia pajak, DPR dan DPRD yang korup serta bobroknya sistem peradilan kita, sudah menjadi hal yang cukup untuk memicu ketidakpuasan rakyat terhadap pemerintah.  Politik kita jauh lebih kotor dari jaman Soeharto.  Partai-partai dan wakil-wakil rakyat saat ini lebih mementingkan perubahan dan kepentingan jangka pendek serta politik praktis-uang.  Tak terkecuali partai-partai bernuansakan Islam di negeri ini...(bah..sama saja rupanya...bung).  Jangan sampai terjadi, negeri Islam dipimpin setan...serta jangan sampai pula terjadi negeri Islam dimpimpin oleh partai Islam yang bernuansakan setan....

Minggu, 20 Februari 2011

Air sebagai sumber hidup

Baru-baru ini, saya dan teman-teman melakukan penanaman trembesi (samanea saman) di sekitar lokasi pabrik. Kegiatan tersebut sebagai bentuk kepedulian kami kepada lingkungan khususnya antisipasi global warming dan pelestarian ketersediaan sumber daya air. Bersama dengan komponen masyarakat, seperti Kodim 0607 SKI dan Muspida Sukabumi serta para tokoh masayarkat dan pemuda di sekitar pabrik, melakukan gerakan tanam trembesi.  Sebanyak 4000 pohon trembesi dan 300 tanaman buah, dibagikan serta di tanam di sekitar kecamatan Cicurug Sukabumi. 

Pemilihan trembesi (samanea saman) oleh kami, bukanlah suatu kebetulan, tetapi dengan berbagai alasan.  Alasan terpenting adalah bahwa tanaman ini dapat menyimpan air dan dapat menyerap CO2 sebanyak 28 kg/tahun/pohon dewasa (hasil penelitian IPB).  Selain gerak tumbuhnya yang cepat juga dapat dijadikan tanaman peneduh terlebih lagi sangat cocok untuk tanaman penyimpan air.  

Seperti diketahui bersama bahwa air merupakan hajat hidup orang banyak.  Di daerah Sukabumi Utara, tepatnya di Cicurug banyak terdapat industri yang menggunakan air baik air permukaan maupun air tanah dalam.  Beberapa perusahaan AMDK (air minum dalam kemasan) skala besar yang ada di Cicurug serta perusahaan-perusahaan tekstil pun menggunakan air dalam skala besar.  Belum lagi kebutuhan air untuk pertanian dan sehari-hari.  Banyak warga di Sukabumi Utara yang belum menikmati air yang berkualitas.  Jika saya dan teman-teman sedang berkeliling kampung, sangat disayangkan bahwa, daerah Sukabumi Utara yang kaya investsi dari perusahaan pengguna air tetapi masyarakatnya masih menggunakan air yang kurang berkualitas.  Jika dilihat dari kondisi alam yang ada, memang telah terjadi perubahan kualitas air permukaan (baca: sungai atau kali).  Sungai atau kali di sekitar pemukiman penduduk yang umumnya dapat digunakan untuk kegiatan cuci dan mandi saat ini kualitasnya kurang memadai.  Coklat dan kotoran atau sampah yang terbawa dari arah hulu memperburuk keadaan kualitas air permukaan. 

Dilihat dari sistem budaya masyarakat Sukabumi Utara yang cenderung menggunakan air permukaan sebagai sumber cuci dan mandi, maka tidaklah heran jika terjadi "perebuatan" pemanfaatan air. Kondisi geografis pemukiman yang berbukit-bukit, pada awalnya sangat ideal untuk menyalurkan air secara sistem grafitasi dan menampungnya di kolam-kolam air sekitar pemukiman.  Akan tetapi seperi yang diulas di atas, saat ini telah terjadi penurunan kualitas air permukaan.  Seperti contohnya, saat ini terdapat pasar sementara di Cicurug yang sebagian pedagangnya membuang sampah di kali. Dimana hal tersebut dapat menyebabkan penurunan kualitas air permukaan.  Akhirnya akan berdampak kepada penurunan kualitas kesehatan masyarakat dimana sebagian air dari sungai tersebut digunakan untuk kegiatan cuci dan mandi. Ironisnya hal ini tidak dilihat oleh komponen masyaraat setempat, baik peerintahan lokal maupun kaum pergerakan LSM di Cicurug.

Mencermati kaum pergerakan (LSM) di Cicurug, memang sangat jauh dari kondisi ideal.  LSM yang bergerak di Cicurug sifatnya hanya lokal dan tidak memiliki konsep untuk kemasyarakatan.  Masih berkutat kepada masalah perut saja dan belum kepada tatanan pemberdayaan dan advokasi masyarakat.  Hasil survey kecil-kecilan yang dilakukan oleh pihak kami kepada masyarakat sekitar pabrik mengenai keberadaan LSM, cenderung bersifat apatis.  Masyarakat pun sudah memaklumi bahwa apa yang dilakukan oleh LSM hanya untuk kepentingannya sendiri dan bukan untuk masyarakat.  Padahal di Cicurug terdapat 70 an LSM yang pengurusnya itu-itu saja (hmmm...ironis sekali). 

Kenapa mereka membuat LSM..? jawabannya adalah kondisi psikologis masyarakat Sukabumi Utara khususnya Cicurug dan kesempatan memperoleh pekerjaan.  Secara psikologis kemasyarakatan, kondisi masyarakat Sukabumi terutama kaum adam sangat tidak ulet (pemalas).  Mereka ingin uang mudah walaupun hanya sedikit saja.  Entah karena dimanja oleh alam atau karena telah terjadi perubahan perilaku atau budaya tetapi satu yang tidak dapat dibantah adalah sifat konsumtifnya yang relatif tinggi di Sukabumi Utara ini.  Selain itu, ketersediaan lapangan kerja pun semakin kecil.  Banyak kaum adam yang hanya mengandalkan dari ojeg para karyawati pabrik tekstil sebagai mata pencaharian utamanya.  Seperti pabrik tekstil pada umunya, dimana tenaga kerja terbanyak adalah kaum hawa, sehingga kaum adam sangat kekurangan lapangan kerja.  Hal inilah yang menyebabkan munculnya LSM-LSM yang tidak karu-karuan tersebut di Cicurug.  Tetapi memang tidak semuanya tokoh-tokoh LSM tersebut kurang kompeten, ada pula yang memang memiliki visi atau pun misi yang baik walaupun masih pada tataran lokal. 

Kembali kepada masalah air...ya, memang patut diakui bahwa ketersediaan air di bumi ini tidaklah berkurang hanya saja kualitas air yang berkurang.  Seperti terlihat di dalam kondisi air di Sukabumi Utara.  Mungkin dulu, 20-30 tahun yang lalu, sungai-sungai di sana cukup berlimpah airnya dan dapat digunakan untuk cuci dan mandi.  Tetapi seiring dengan alih fungsi lahan terutama untuk industri dan pemukiman, semakin mempercepat kondisi buruk air permukaan yang ada.  Seperti pada kasus sampah pasar tersebut.  

Oleh karena itu, program penghijauan yang dilakukann oleh kami dan atau komponen masyarakat lainnya merupakan langkah yang tepat untuk memperbaiki kondisi air.  Adalah kewajiban kita untuk memberikan kehidupan yang layak bagi generasi saat ini dan menjadi kewajiban kita pula untuk memberikan lingkungan yang baik bagi generasi di masa yang akan datang.  Mari teman-teman, segenap komponen masyarakat, dukung aksi-aksi penghijauan dimana pun berada dan sukseskan program penanaman trembesi di Indonesia.