Sabtu, 26 Februari 2011

Negeri Islam dipimpin Setan

Awal tahun ini, kita dikejutkan oleh serentetan perubahan politik yang sangat drastis di Afrika Utara dan Timur Tengah.  Perubahan politik yang terjadi di Tunisia, Mesir, Bahrain, Yaman dan saat ini yang sangat mengerikan terjadi Libia (mengarah ke civil war) mengingatkan kita akan kejadian mei 1998 saat Soeharto dipaksa turun dari tampuk kekuasaannya. 

Kita melihat bahwa negara-negara yang bergejolak saat ini merupakan negara-negara yang berpenduduk mayoritas Islam dan dapat dikatakan memiliki sejarah yang sangat erat dengan kelahiran peradaban Islam.  Mesir misalkan, dimana pada saat pemerintahan Umar bin Khattab dipercayakan kepada panglima angkatan laut Islam saat itu untuk menjadi gubernur Mesir, Amr bin Ash.  Begitu pula dengan Tunisa, Yaman dan Libia sangat erat dengan kelahiran peradaban Islam.  Terlebih lagi dengan kerajaan Arab Saudi (tempat kelahiran Nabi Muhammad SAW).  Tetapi lihatlah, negeri Islam tersebut seakan tercabik-cabik dari akar Islamnya dan bahkan telah terjadi perang saudara.  Bahkan pemimpin mereka sangat dibenci oleh rakyatnya.  Itulah realitas politik diktator yang saat ini dijalankan di sebagian besar negara-negara Afrika Utara dan Timur Tengah tersebut. 

Sejatinya diktator, pastilah memimpin dengan tangan besi dan hanya mementingkan kepentingan kroni-kroninya.  Orang lain tidak boleh ambil bagian dari kekuasaan kecuali pihak yang diberikan ijin oleh sang diktator.  Seakan negeri tersebut adalah negeri nenek moyangnya saja.  Lihatlah perjalanan Soeharto yang hampir sama dengan Husni Mubarak, Abidin bin Ali, Khadafie dan lain-lain dikator....Dimana hanya keluarga dekat dan kroninya yang boleh menikmati negerinya masing-masing dan rakyat dibiarkan bodoh dan miskin serta korupsi merajalela dimana-mana.  Ironis juga kondisi yang terjadi dengn Arab Saudi. Negeri kaya minyak tersebut, sekitar 40 persen rakyatnya masih miskin (miskin levelnya Arab Saudi tentunya..), tetapi rajanya bergelimang dengan harta. Tak heran, raja Saudi yang baru saja melawat dari Amerika Serikat buru-buru balik ke negerinya dan menggelontoran miliaran dollar untuk program "jaring pengaman sosial" setelah kejadian di Tunisa dan Mesir.  Aneh memang...negeri yang katanya penuh dengan peradaban Islam tetapi membiarkan rakyantnya miskin dan bodoh dan membiarkan yang kaya tetap kaya dan si miskin tetap tertindas. 

Ada pertanyaan dan analisa dari seorang teman bahwa apa yang terjadi di Afrika Utara serta Timur Tengah ini adalah ulah agen-agen CIA.  Tetapi, saya pikir itu merupakan analisa yang terburu-buru.  Teori sederhana adalah "bila air atau benda di tekan terus maka air atau benda tersebut akan memiliki daya pantul atau daya dorong yang besar pula".  Itulah yang terjadi di benua sana.  Rakyatnya sudah lama ditekan dan ditindas serta dibiarkan bodoh sementara pemimpin mereka korup.  Maka, tanpa agen CIA pun, rakyatnya pasti akan berontak sonner or later, tinggal menunggu momentum saja. 

Demokrasi mungkin bukan milik peradaban Islam, tetapi patut dicermati bahwa hanya melalui demokrasi, tatanan masyarakat saat ini dapat dibentuk.  Memang demokrasi itu mahal dan memakan korban seperti apa yang terjadi di benua sana saat ini.  Kita patut berbangga bahwa perjalanan demokrasi di Indonesia telah melewati tahun yang ke 11 dan kita merupakan negara demokrasi terbesar di dunia yang mayoritas penduduknya Islam.  Patutlah bangga kita menjadi bangsa Indonesia dari sisi peralihan perpolitikan.  Demokrasi merupakan suatu kewajaran pada saat kelas menengah sudah mulai banyak dan pendapatan per kapita suatu negara telah mencapai 3000 USD per tahun.  Artinya, melalui pendapatan per kapita 3000 USD tersebut, dapat dikatakan banyak terbentuk kaum kelas sosial menengah-atas.  Dimana rata-rata perubahan disuarakan oleh kaum sosial kelas menengah.  Itulah mungkin yang terjadi di negara-negara Afrika Utara dan Timur Tengah, dimana kelas sosial menengahnya juga mulai tumbuh ditambah dengan sudah bosannya rakyat mereka terhadap pemerintahan yang lalim dan korup.  Wind of Change sekali lagi berhembus, setelah terkahir kalinya terjadi di Jerman Timur-Barat di tahun 1989 yang merupakan momentum keruntuhan rezim komunis di dunia. 

Sekali lagi, bangkitlah kaum perubahan..!!! Runtuhkan dan bongkar setan yang berdiri mengangkang.  Biarpun setan itu berbentuk pemimpin yang pandai berbahasa arab, memakai jubah Islam serta mendirikan banyak masjid...tetapi setan tetaplah setan.  Hancurkan...!!!  Mudah-mudahan, apa yang terjadi di negara-negara Afrikan Utara serta Timur Tengah mengenai bahaya korupsi dan pemerintahan yang lalim, dapat menjadikan pemimpin di negeri ini sadar dan eling!!!  Kita juga sudah bosan melihat arah perubahan demokrasi serta otonomi daerah saat ini malah banyak melahirkan koruptor-koruptor kelas kakap dan bahkan sudah menjadi budaya.  Kasus Gayus, mafia pajak, DPR dan DPRD yang korup serta bobroknya sistem peradilan kita, sudah menjadi hal yang cukup untuk memicu ketidakpuasan rakyat terhadap pemerintah.  Politik kita jauh lebih kotor dari jaman Soeharto.  Partai-partai dan wakil-wakil rakyat saat ini lebih mementingkan perubahan dan kepentingan jangka pendek serta politik praktis-uang.  Tak terkecuali partai-partai bernuansakan Islam di negeri ini...(bah..sama saja rupanya...bung).  Jangan sampai terjadi, negeri Islam dipimpin setan...serta jangan sampai pula terjadi negeri Islam dimpimpin oleh partai Islam yang bernuansakan setan....

Tidak ada komentar:

Posting Komentar